3 Kesalahan yang Bikin Milenial Tak Bisa Punya Rumah
Kata orang salah satu ciri khas generasi milenial adalah suka hidup nyaman meski berpenghasilan terbatas.
Ini tentu tak bisa terlepas dari sifat mereka yang lebih mementingkan kebutuhan dan keinginan. Mereka mengutamakan keinginan ketimbang kebutuhan, semisal lebih suka traveling, nonton konser, atau makan di restoran.
Jika kamu salah satunya, coba pikirkan kembali. Faktanya, biaya untuk memenuhi keinginan tersebut pastinya naik tiap tahun karena faktor inflasi.
Nilai uang Rp1,5 juta untuk membeli sesuatu tahun ini, misalnya, 10 tahun lagi mungkin membutuhkan uang Rp3,9 juta untuk membeli barang yang sama.
Bukan hanya fakta di atas saja, menurut perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie ada tiga kesalahan milenial dalam mengelola keuangannya. Apa aja itu?
Lebih Memilih Pengalaman dibandingkan Punya Aset
Banyak milenial yang tak suka membeli aset semisal rumah. Milenial lebih suka membelanjakan kelebihan uangnya untuk pengeluaran berbasis pengalaman ketimbang berbasis aset, semisal liburan, nonton konser musik, dan makan di restoran.
Bahkan, pengeluaran para milenial untuk makan di restoran porsinya paling besar dari penghasilan dibanding generasi sebelum mereka.
Tak Punya Dana Pensiun
Saat ini milenial tak mengalokasikan cukup uang untuk masa depan (dana pensiun). Buat mereka masa pensiun belum terbayangkan dan masih jauh perjalanannya buat mereka.
Padahal jika dipikir-pikir, kalau usia pensiun adalah 55 tahun, maka milenial masih punya waktu setidaknya 18 tahun bahkan lebih untuk mempersiapkan dana pensiun.
Memang terlihat masih lama, tapi sebenarnya kalau kamu sebagai milenial menyiapkan dana pensiun sejak dini, maka nilai investasi dari dana pensiun akan lebih besar ketimbang menunda terus untuk berinvestasi.
Merasa Proteksi Tak Terlalu Penting
Milenial melupakan pentingnya proteksi dalam perencanaan keuangannya. Banyak kejadian yang berdampak pada kondisi finansial meskipun kamu masih muda, seperti sakit kritis, kecelakaan, bahkan mati muda.
Kalau kamu menyepelekan faktor risiko tersebut, bisa saja dana yang sudah terkumpul dalam aset investasi akhirnya lenyap saat kejadian tak terduga tersebut terjadi.
Oleh sebab itulah, selain harus mulai berinvestasi, kamu pun sekaligus harus memiliki proteksi (asuransi).
Jika sudah tahu tiga kesalahan di atas, lantas apa yang harus dilakukan? Idealnya saat ini kamu bisa melakukan investasi.
Secara berkala sisihkanlah 10 persen dari penghasilanmu, dan jika kamu masih lajang ada baiknya minimal mengalokasikan 15 persen dari penghasilan.
Terasa berat? Jika iya, coba pikirkan kembali. Kalau kamu tak membeli kopi favorit atau kopi impor setidaknya empat kali dalam sebulan, kemudian uangnya kamu tabungkan, paling tidak kamu sudah memiliki uang sekitar Rp200.000 untuk berinvestasi.
Kalau dana Rp200.000 itu kamu investasikan ke dalam dana kelolaan berbasis saham selama 20 tahun ke depan, misalnya, maka potensi pengembangan dana ini bisa mencapai Rp200 juta.
Jumlah yang sangat besar bukan? Itu pun baru empat kali biaya ngopi, belum kalau 10 kali, 20 kali, dan seterusnya.
Coba bayangkan berapa nominal uang yang terkumpul. Bahkan saking besarnya uang tersebut bisa membuat kamu membeli rumah! Dengan begini tentu investasi tak terasa sia-sia dan berat.
Ini tentu tak bisa terlepas dari sifat mereka yang lebih mementingkan kebutuhan dan keinginan. Mereka mengutamakan keinginan ketimbang kebutuhan, semisal lebih suka traveling, nonton konser, atau makan di restoran.
Jika kamu salah satunya, coba pikirkan kembali. Faktanya, biaya untuk memenuhi keinginan tersebut pastinya naik tiap tahun karena faktor inflasi.
Nilai uang Rp1,5 juta untuk membeli sesuatu tahun ini, misalnya, 10 tahun lagi mungkin membutuhkan uang Rp3,9 juta untuk membeli barang yang sama.
Bukan hanya fakta di atas saja, menurut perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie ada tiga kesalahan milenial dalam mengelola keuangannya. Apa aja itu?
Lebih Memilih Pengalaman dibandingkan Punya Aset
Banyak milenial yang tak suka membeli aset semisal rumah. Milenial lebih suka membelanjakan kelebihan uangnya untuk pengeluaran berbasis pengalaman ketimbang berbasis aset, semisal liburan, nonton konser musik, dan makan di restoran.
Bahkan, pengeluaran para milenial untuk makan di restoran porsinya paling besar dari penghasilan dibanding generasi sebelum mereka.
Tak Punya Dana Pensiun
Saat ini milenial tak mengalokasikan cukup uang untuk masa depan (dana pensiun). Buat mereka masa pensiun belum terbayangkan dan masih jauh perjalanannya buat mereka.
Padahal jika dipikir-pikir, kalau usia pensiun adalah 55 tahun, maka milenial masih punya waktu setidaknya 18 tahun bahkan lebih untuk mempersiapkan dana pensiun.
Memang terlihat masih lama, tapi sebenarnya kalau kamu sebagai milenial menyiapkan dana pensiun sejak dini, maka nilai investasi dari dana pensiun akan lebih besar ketimbang menunda terus untuk berinvestasi.
Merasa Proteksi Tak Terlalu Penting
Milenial melupakan pentingnya proteksi dalam perencanaan keuangannya. Banyak kejadian yang berdampak pada kondisi finansial meskipun kamu masih muda, seperti sakit kritis, kecelakaan, bahkan mati muda.
Kalau kamu menyepelekan faktor risiko tersebut, bisa saja dana yang sudah terkumpul dalam aset investasi akhirnya lenyap saat kejadian tak terduga tersebut terjadi.
Oleh sebab itulah, selain harus mulai berinvestasi, kamu pun sekaligus harus memiliki proteksi (asuransi).
Jika sudah tahu tiga kesalahan di atas, lantas apa yang harus dilakukan? Idealnya saat ini kamu bisa melakukan investasi.
Secara berkala sisihkanlah 10 persen dari penghasilanmu, dan jika kamu masih lajang ada baiknya minimal mengalokasikan 15 persen dari penghasilan.
Terasa berat? Jika iya, coba pikirkan kembali. Kalau kamu tak membeli kopi favorit atau kopi impor setidaknya empat kali dalam sebulan, kemudian uangnya kamu tabungkan, paling tidak kamu sudah memiliki uang sekitar Rp200.000 untuk berinvestasi.
Kalau dana Rp200.000 itu kamu investasikan ke dalam dana kelolaan berbasis saham selama 20 tahun ke depan, misalnya, maka potensi pengembangan dana ini bisa mencapai Rp200 juta.
Jumlah yang sangat besar bukan? Itu pun baru empat kali biaya ngopi, belum kalau 10 kali, 20 kali, dan seterusnya.
Coba bayangkan berapa nominal uang yang terkumpul. Bahkan saking besarnya uang tersebut bisa membuat kamu membeli rumah! Dengan begini tentu investasi tak terasa sia-sia dan berat.
Comments
Post a Comment